Senin, 18 Agustus 2014
Kemana Jiwa Berpulang?
Senin, 04 November 2013
Salik Suluh
Cintai aku pula karenanya
Agar masing-masing kita menjadi Salik
Kelak dalam rahimmu yang bergemuruh engkau membenih Suluk
Jutaan suluh
Kamis, 15 Agustus 2013
Kasihan
Minggu, 10 Februari 2013
Dzikir Semesta
Tarian Malam
Selasa, 07 Agustus 2012
Riyadlah Bathiniyah
Sabtu, 21 Juli 2012
Dengan nama Allah
Selasa, 28 Februari 2012
Spiritualitas Timur (4)
Yang pertama, seni mengantarkan Anda kepada Tuhan. Yang kedua, Anda menjadikan ayat-ayat Tuhan alat untuk meraih puncak seni.
Tuan-Tuan, Silakan Lahap Otak Kami..
Spiritualitas Timur (2)
Spiritualitas Timur (1)
Manusia dan Keterasingan
Senin, 13 Februari 2012
Bunda Batu
Minggu, 23 Oktober 2011
Konsep stratifikasi sosial berwatak kelas. Ia sama sekali tak selaras dengan semangat egalitarianisme Islam. Konsep stratifikasi sosial tak lain merupakan produk sejarah rumit tentang kebudayaan yang sakit. Manifestasi sindrom kekuasaan. Para sosiolog berdebat teori dan analisa. Antroposentrisme mencabiknya berkali-kali.
Sabtu, 17 September 2011
Iman Yang Luka
Persoalan kemanusiaan bukan masalah krisis pengetahuan. Bukankah banyak para cerdik pandai yang kehilangan integritas? Persoalan kemanusiaan adalah keberimanan. Konsep iman yang sekedar percaya pada Tuhan namun tak mempercayai ''Mutu dan Kualitas''Nya, hanya akan menyeret "si-pemilik" pada manifestasi keberimanan tak membumi. Floating trust.
Jumat, 15 Juli 2011
Salik. Sakau. Sufistik.
Rabu, 15 Juni 2011
Rusuk! Rusak!
Rusuk itu berlumur darah
Aku temui juga di sana..
Tengkorak kepala membuncit
Otak-otak berkarat
Sekarat
Minggu, 05 Juni 2011
Industri, Otak Mati
Sabtu, 07 Mei 2011
Mengunyah Bara, Darah, dan Masa Lalu
Bacalah dengan hatimu, bacalah atas nama Tuhanmu,
Jangan sekali-kali engkau berjalan di belakang seseorang yang dengan lisannya sendiri ia menempatkan dirinya di depanBahwa seorang pemimpin tak akan pernah berkata ‘Akulah seorang pemimpin’, kecuali ia hanyalah pemimpi yang sedang memimpikan kekuasaan
Dan aku beriman,
Sesungguhnya antara mengajar dan mendidik tidaklah sama
Otak-otak membusuk
Air liur tumpah
Kalimat anyir
Bikin muntah!
Aku berdiam cukup lama di tempat ini
Di sini, feodalisme menjadi tuhan kedua
Ia semacam penyakit jiwa
Ia adalah setan yang lain
Orang-orang berjejalan
Berhasrat menjadi tuhan
Aku perhatikan,
Budaya sering kali bikin otak kulai
Mata-mata membelalak
Memar tak nampak
Dalam rumah rongsokan
Perempuan nyinyir berdendang riang
Tak siang
Tak malam
Para suami sibuk menelan air liur istrinya
Juga..
Ludah
Muntah
Sperma
Ditelan mentah!
Minggu, 01 Mei 2011
Sabtu, 19 Maret 2011
Ruang Operasi Pop Culture
Musik omprengan
Dipuja otak-otak plastik
Ingar bingar prematur
Superfisial
Musik omprengan
Identitas nihil
Gerombolan badut tolol
Urban amatiran
Musik omprengan
Di ubun kepala
Cairan muntah mengental
Minggu, 13 Maret 2011
Over Dosis Jam 3 Dini Hari
Akalnya secuil
Mulut berbusa
Berbau comberan
Lidah menjulur
Menetes air liur
Berbaju kumal
Bau keledai
Giginya merekah
Kuning cerah
Tak siang tak malam
Terus menyeringai
Dari rahim siapa kau terlahir, Nak?!
Rabu, 23 Februari 2011
Selasa, 22 Februari 2011
Otak Retak
Sayang, kau butuh sedikit penenang!
Minggu, 06 Februari 2011
Menyetubuhimu, Tak Pernah Setubuh
Otak itu lalu banjir ludah
Berbau rumit seperti comberan
Perutnya muntah usus busuk berwarna hitam pekat
Juga, ovum dan sperma yang tak sempurna
Napasnya mengap-mengap
Mengejang, menelan nikmat
Sayang, aku bernafsu mengiris-iris jantungmu!
Rabu, 26 Januari 2011
Minggu, 16 Januari 2011
Kurt, bangun.. lihat muntahku!
-affan-
Sabtu, 15 Januari 2011
Konspirasi Gelap
Jantungnya berdegup kencang memompa cerobong dapur yang kumuh
Saat terik membakar, ia mendatangi ayahnya di ladang
Mengusap peluhnya dengan air mata
Anak muda menjelma pijar
Sepasang bola matanya selalu menyala
Yang lahir dari liang rahim basah berkeringat
Dan nafas termengap-mengap berbau amis darah
Anak muda menyala-nyala
Cinta dan jasadnya
Aku Anak Desa
Ketika hujan mulai berjatuhan, sawah-sawah menjadi basah dan ranum. Para petani tumpah ruah.
Sebulan, dua bulan, rerimbunan anak padi mulai menjulang. Batang tubuhnya yang mungil, menari-nari, mendesir disisir angin. Di sepanjang bibir pematang sawah, suara gemericik air mengalir menyusuri parit-parit, seolah berkejaran di antara celah bebatuan. Tampak gerombolan ikan kecil berenang melawan arus air.
Di setiap permulaan pagi yang diberkahi, matahari selalu membasahinya dengan cahaya kuning keemasan.
Coba lihat bulir-bulir air yang menggelantung di batang-batang padi itu! Setiap pagi ia memantulkan cahaya yang sangat indah, seperti ribuan kelopak mata bayi peri yang mengerling.
Dari kejauhan, aku sudah tak melihat lagi padi menghampar. Aku seakan melihat Ia, melempar senyumnya yang paling indah untukku. Ya, untuk aku, anak desa.
Kelak, setelah usia-usia menjelma renta, masihkah benih-benih itu melihat alamnya seperti sekarang?
Jumat, 07 Januari 2011
Komposisi Malam, Cinta, Empati
Rimbun pepohonan
Cahaya bola lampu
Hawa kamar
Selimut
Buku-buku
Rintik hujan
Lalu aku dan mereka terlibat dalam satu dialog
Ketika malam-malam
Kami bercengkerama
Tanpa suara
Saling membaca diam
Sudah berapa lama mereka menemaniku, melayaniku?
Di sini aku tak pernah sendiri
Di tempat ini jiwa-jiwa tak pernah mati
Selasa, 28 Desember 2010
Rabu, 15 Desember 2010
Detak
"Aku telah melihatnya, Ayah!"
"Apa yang kau dapati di sana?"
"Lautan api, bangkai, dan sekuntum bunga membusuk, Ayah!"
"Anakku, lihat kembali dalam-dalam mataku"
"Aku telah melihatnya, Ayah!"
"Apa yang kau dapati di sana?"
"Aku melihat jasadmu, memelukku."
Senin, 13 Desember 2010
Mimpi, Mati
Rabu, 01 Desember 2010
Selasa, 30 November 2010
Demi Waktu
Planet-planet berarak menjemput senja
Usia-usia memuai menjemput renta
Demi waktu,
Jiwa-jiwa patah ditikam angkara
Minggu, 28 November 2010
Senin, 22 November 2010
Tuhan, Aku Ingin Muntah!
Merobek mulutmu
Meremuk tulang belulangmu
Aku ingin muntahi hatimu
Aku ingin bunuh pikiranmu
Otakmu!
Kemaluanmu!
Aku ingin membunuhmu berkali-kali
Hingga Tuhan tak mampu menghidupkanmu lagi
Minggu, 21 November 2010
Sabtu, 20 November 2010
Jumat, 19 November 2010
Minggu, 14 November 2010
Bermimpi Tuhan
Selasa, 09 November 2010
Rabu, 03 November 2010
Minggu, 31 Oktober 2010
Minggu, 24 Oktober 2010
Senin, 20 September 2010
Sabtu, 04 September 2010
Jumat, 03 September 2010
Seni Transendental
Mematung sejenak.
Ruangan itu disulap seperti kamar mayat.
Mulut-mulut mengatup.
Orang-orang mematung.
Seperti arca. Tak bergerak.
Bola-bola mata menghujaninya tanya.
Tiba-tiba meledak komposisi aneh.
Nadanya menjerit-jerit. Makin lama makin memekik, seperti pekik malaikat pencabut nyawa sedang membunuh diri.
Suara itu beranjak menjauh, meninggalkan ruangan.
Orang-orang masih mematung.
Kini bola-bola mata menguhjani gelap.
'Saudara-saudara, pentas kali ini bertajuk: Seni Pembacaan Diri.'
Lampu-lampu sorot seperti bola mata raksasa itu membelalak tiba-tiba. Secepat kilat menyala.
Cahayanya tumpah menggenangi lantai berwarna merah darah.
Orang-orang saling menatap.
Memerhatikan tubuhnya.
Menepuk-nepuk, meraba sekujur tubuhnya.
Tak lama, mereka sudah berhamburan seperti kelelawar muntah dari sarang.
Di rumah mereka, jasad dirinya terbungkus kain kafan, penuh bercak darah, terbujur kaku. Segera dikubur.
Kamis, 26 Agustus 2010
Yang Lain
Moss rose-Portulaca-Zinnia, dan rumpun flora hias lainnya termengap-mengap dicekik vases
Dalam kotak kaca, berair, gerombolan kecil ikan hias ditindas
Binatang-binatang di kebun binatang melihat manusia mirip jalang
O, empati
Gedung tua ini mendekapku bertahun-tahun
Tidakkah ia sebenarnya fasih bertutur dengan caranya sendiri?
Bahkan..
Jagat semesta.
Aku di sini menyulut angkara; melumat janji. Pembual.
Rabu, 25 Agustus 2010
Hasbi dan Kesendirian
Hari-harinya dilalui sebagai pekerja upahan dan menjual celurit. Pada malam hari, sering kali ia kulihat berada diantara orang orang yang mengerumuni secangkir kopi; sekedar menuntaskan rutinitas hidup sekaligus menjajakan barang miliknya, celurit.
8 bulan yang silam, petaka mengoyak kampung halamannya. Ia terlibat konflik dengan saudara dan kemenakan perempuannya. Buntutnya, ia harus keluar dari rumahnya. Hasbi pergi tak membawa apa-apa, kecuali beberapa helai pakaian dan gubuk renta miliknya.
Kini, sudah 8 bulan berlalu, Hasbi tinggal di bukit lancaran, seorang diri, tanpa istri tanpa empati. Ia memancang gubuknya yang renta di sebelah timur gedung sekolah yang megah. Gubuknya beralaskan kayu lapuk, berdinding anyaman bambu. Tampak beberapa seng karatan menempel tak teratur dibagian luar.
Malam bertandang. Angin menyergap Hasbi, menerjang masuk pori-pori gubuknya, menusuk-nusuk tubuhnya yang kurus dan kering. Malam, dingin, dan kesendirian, mencekiknya tak usai-usai.
Pernah suatu ketika kutanya, kenapa tak memelihara ternak saja. Jangankan ternak, beberapa helai pakaian lusuh dan jam tangan bermerek Rado, harta karun paling berharga miliknya, juga uang kertas penyambung hidup yang ia simpan rapi, diobrak setan berkaki dua; pencuri!
Sore itu, 11 Agustus 2010, 17.05 wib, sambil tersenyum ramah, ia merangkai cerita pahit getir hidupnya seorang diri di bukit lancaran, di sebelah gedung sekolah yang megah. Ia bercerita dengan penuh tegar.
Tak kulihat wajah dan mimiknya mengemis iba. Matanya berbinar-binar. Senyumnya mengalun mengiringi tiap cerita lukanya yang gelap. Cerita yang berdarah.
Semakin ia tersenyum. Semakin luka kurasa. O, Hasbi..
Senin, 23 Agustus 2010
Jumat, 13 Agustus 2010
Rabu, 11 Agustus 2010
Pesolek Buruk Rupa
Para pesolek buruk rupa
Parasnya merengut dibalut rias kosmetika
Senyumnya dibuat mengembang
Jalannya diatur melenggang
Hatinya was-was
Khawatir tak menarik
Saat dieksploitasi publik
Para pesolek buruk rupa
Dibidik industri dan iklan pembual
Korban kapitalisme idiot
Di angkasa raya
Globalisasi mengangkara
Para pesolek buruk rupa
Gemuruh kota merenggut eksistensi
Hentakan mode dan gaya hidup
Menampar jantungnya kian berdegup
Para pesolek buruk rupa
Konsumerisme menerjang pintu-pintu rumah
Yang dibangunnya dengan susah payah
Dari uang pas-pasan hasil kerja kasar
Di dalam, televisi mencekik otaknnya